Eddy Hozayni : Kim “Sinar Harapan” Warisi Semangat Kelompencapir - Oprek-Oprek Blog

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Saturday, February 7, 2015

Eddy Hozayni : Kim “Sinar Harapan” Warisi Semangat Kelompencapir

Belakangan jika kita mengamati prilaku masyarakat dalam melontarkan pandangan, kritik maupun saran ada kesan kurang memperhatikan adab sopan santun. Mereka banyak yang menganggap bahwa pendapat mereka adalah gagasan yang seharusnya diperhatikan, dihargai, dan pada akhirnya harus diterima oleh pihak yang menjadi obyeknya.

Warna semacam itu berlangsung sejak Indonesia membuka seluas-luasnya kemerdekaan pers serta kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum. Seringkali gambaran tentang demikian bebasnya menyampaikan pendapat ini  kita saksikan hampir setiap tayangan berita di media Televisi yang belakangan menjadi media informasi yang paling banyak dimiliki dan diminati masyarakat.

Tayangan tentang pengajuan pendapat yang bersifat massal seringkali menimbulkan tanda tanya banyak orang, utamanya di pedesaan. Apakah memang begitu cara menyampaikan gagasan. Harus dengan bentangan spanduk, orasi keras melalui loudspeaker yang memekakkan telinga dan sering juga harus bersitegang dengan para petugas keamanan ? Pertanyaan itu seringkali tidak mendapat jawaban. Atau jikalau ada yang mau menjawab, jawaban mereka sangat subtektif dan  tidak jarang malah mengaburkan pemahaman masyarakat tentang keterbukaan di era reformasi ini. Ujung-ujungnya apa yang ditayangkan dan ditonton masyarakat melalui layar kaca itu serta merta diadopsi dan dipergunakan untuk kepentingan serupa di desanya, di RWnya atau di RTnya. Rasanya memang harus dengan cara itu mereka baru bisa dan lega menyampaikan gagasan.

Indonesia is uncivilized nationbegitu pernah didengar anggota KIM SINAR HARAPAN dari sebuah pernyataan masyarakat luar negeri terhadap Indonesia ketika di Indonesia yang dikenal dengan negeri yang dulunya mengedepankan sopan santun, tahu-tahu sontak dengan era keterbukaan berubah drastismenjadi negeriyang hampir mirip kaum barbar dan terjadi banyak anarchisme.

Dulu, demikian kenang salah seorang pengurus KIM SINAR HARAPAN, begitu seseorang atau kelompok mempunyai gagasan yang baik disampaikan dengan cara yang baik, santun dan bahkan sering diangkat dengan metode yang menyenangkan seperti model Simulasi dan sebagainya. Gagasannyabisa diterima oleh pihak lain, penyampaiannya tidak menimbulkan masalah dan tak jarang banyak kesan edukatif didalamnya. Ada pertimbangan etiket, cultural dan bahkan menjunjung tinggi pendapat orang lain. Dengan begitu ‘kenek-o iwak-e gak buthek banyune’ katanya.

Masa lalu, Kelompencapir banyak menanamkan perannya menyampaikan gagasan atau bahkan banyak menyerap informasi, yang kemudian diolah sedemikian hingga menjadi wawasan bersama anggota Kelompencapir atau malah menjadi wawasan masyarakat luas. Itu dulu katanyamengenang olah informasi beberapa tahun lalu oleh si Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca dan Pirsawan).

Memang, sejarah tak boleh berhenti” lanjutnya. Jujur saja,Kelompencapir selain memiliki sisi positif juga negatif. Hal itu juga berlaku pada setiap sektor kehidupan ini. Dicontohkannya,bahwa  membangun sebuah rumah itu khan baik. Tapi sebelum membangun khan orang itu mesti lebih dulu membersihkan/mematikan rumput-rumputnya, memotong pepohonan atau mungkin bisa jadi ketika kita membangun rumah kita, malah tetangga kita harus tidak lagi rumahnya tersinari cahaya matahari karena tertutup rumah kita. Itulah resiko hidup kalau kita mau menelaah,terang anggota KIM yang memang banyak cakap itu.

Saya masih teringat Kelompencapir dulu. Disana. Di Dusun saya sering dilakukan pertemuan Kelompencapir membahas informasi kebijakan pemerintah, kemudian menerapkannya dan….akhirnya berhasil juga. Contohnya informasi pertanian tentang Jajar Legowo, Pupuk berimbang dan banyak lagi informasi melalui Kelompencapir waktu itu. Tanpa terasa, ketika diadakan lomba Kelompencapir dan setiap Kecamatan harus mengirimkan wakilnya untuk bertanding, persiapan mereka membekali diri dengan materi mati-matian sebagai upaya prestise, takut kalah. Melalui Lomba yang ditonton banyak orang itu, tentu merupakan media sosialisasi tidak langsung pada penonton. Akhirnya penonton tahu bagaimana cara memilih benih yang baik misalnya, bagaimana menanggulangi Demam Berdarah dengan 3Mnya. Pokoknya banyak ya kenangan keberadaan Kelompencapir sebagai media olah Informasi dan kejelasan informasi benar-benar dirasakan oleh masyarakat.


Kembali, bahwa sejarah tidah berhenti. Kelompencapir yang telah tidak asing dan akrab sekali nama itu ditelinga masyarakat harus perlahan namanya hilang dari permukaan, meski eksistensinya masih diingini. Bayangan tentang KIM itu ya gantinya Kelompencapir lah !”, tukas salah satu anggota banyak cakap itu. Saya katakana begitu karena sampai saat ini petunjuk yang pasti kok masih belum baku. Apa kita diminta untuk mengkreatifi sendiri wadah KIM ini ? 

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages